CARA MENULIS PUIS
Cara & Tips Menulis Puisi Dengan Baik & Benar - Menulis puisi dengan baik itu gampang-gampang susah. Ada orang yang mengatakan “Saya bisa menulis puisi jika sedang berada di kamar yang sunyi.” Ada pula yang mengatakan “Saya bisa menulis puisi di mana saja.” Pendapat lain mengatakan “Saya bisa menulis puisi saat hati saya sedang sedih.”
Ungkapan-ungkapan di atas, hanya sebagian kecil saja pendapat orang tentang menulis puisi. Ada berbagai cara yang bisa digunakan untuk mengasah keterampilan menulis puisi dengan baik & Benar.
Puisi dapat ditulis berdasarkan catatan harian. Ikutilah langkah berikut ini jika Anda akan menulis puisi berdasar catatan harian:
1. Baca dan renungkan isi catatan harian yang Anda miliki!
2. Coretlah kata-kata yang tidak penting dan tambahkan katakata yang menurut Anda menarik untuk disertakan!
3. Hapuslah baris-baris yang tidak penting!
4. Atur dan urutkan kembali baris-baris yang sudah Anda pilih!
5. Bacalah kembali hasil akhir baris-baris itu!
6. Suntinglah kembali baris-baris itu sehingga menjadi barisbaris puisi yang menarik!
1. Baca dan renungkan isi catatan harian yang Anda miliki!
2. Coretlah kata-kata yang tidak penting dan tambahkan katakata yang menurut Anda menarik untuk disertakan!
3. Hapuslah baris-baris yang tidak penting!
4. Atur dan urutkan kembali baris-baris yang sudah Anda pilih!
5. Bacalah kembali hasil akhir baris-baris itu!
6. Suntinglah kembali baris-baris itu sehingga menjadi barisbaris puisi yang menarik!
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Berikut ini adalah contoh bagian dari catatan harian.
hari ini aku tidak ke sekolah karena sedang liburan akhir semester. ku dan keluarga berencana akan pergi ke rumah paman yang terletak di daerah Pasawahan, Sukabumi. ku malas pergi ke sana, tetapi ayah dan ibu memaksaku untuk pergi ke sana. Kata mereka di sana pemandangannya indah sekali. daranya juga sangat sejuk dan menyenangkan. ku jadi ingin membuktikannya.
h, memang benar sekali di Pasawahan sangat menyenangkan. daranya menyegarkan paru-paruku. awa dinginnya menyejukkan hatiku. ingkungan di sana masih jauh dari polusi kota yang sangat kotor. ku jadi sangat betah seminggu tinggal di sana. Pamanku mengajakku berjalan-jalan di kebun teh yang dia kelola. ow...seperti permadani hijau yang menghampar luas. ku berlari ke sana ke sini kegirangan menatap keindahan kebun teh. ampak olehku wanita-wanita memakai tundung yang sangat besar di antara tanaman teh.
h, memang benar sekali di Pasawahan sangat menyenangkan. daranya menyegarkan paru-paruku. awa dinginnya menyejukkan hatiku. ingkungan di sana masih jauh dari polusi kota yang sangat kotor. ku jadi sangat betah seminggu tinggal di sana. Pamanku mengajakku berjalan-jalan di kebun teh yang dia kelola. ow...seperti permadani hijau yang menghampar luas. ku berlari ke sana ke sini kegirangan menatap keindahan kebun teh. ampak olehku wanita-wanita memakai tundung yang sangat besar di antara tanaman teh.
h... ternyata wanita-wanita itu adalah pemetik teh. Paman juga mengajakku ke kebun sayur. ntuk kesekian kalinya aku terpesona dengan keindahan alam Pasa-wahan. Di kebun sayur itu terdapat berbagai macam sayuran. Saat pulang ke jakarta, ayah dan ibu membawa berbagai sayuran. iburan di rumah paman ternyata sangat menyenangkan. iburan di Pasawahan tak akan pernah kulupakan.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Puisi juga dapat ditulis berdasarkan hasil perenungan. Langkah langkah menulis puisi dari hasil perenungan adalah:
1. Duduklah di bawah pohon atau di tempat lain yang menyenangkan bagi Anda!
2. Pejamkan mata Anda dan pikirkanlah tentang hal yang menyenangkan, misalnya berlibur ke daerah pegunungan!
3. Hiruplah sejuknya udara dingin pegunungan!
4. Dengarkan suara burung yang berkicauan di dahan pohon!
5. Rasakan bahwa Anda sedang berada di tempat itu dan rasakan kenyamanannya!
6. Renungkanlah apa yang Anda rasakan! Renungkanlah bahwa semua keindahan itu merupakan karunia Tuhan!
7. Resapkanlah dalam hatimu yang telah Anda rasakan dan buka mata Anda perlahan!
8. Ungkapkanlah apa yang telah Anda rasakan, Anda lihat, Anda sanjung dalam renungan Anda dalam bentuk puisi!
2. Pejamkan mata Anda dan pikirkanlah tentang hal yang menyenangkan, misalnya berlibur ke daerah pegunungan!
3. Hiruplah sejuknya udara dingin pegunungan!
4. Dengarkan suara burung yang berkicauan di dahan pohon!
5. Rasakan bahwa Anda sedang berada di tempat itu dan rasakan kenyamanannya!
6. Renungkanlah apa yang Anda rasakan! Renungkanlah bahwa semua keindahan itu merupakan karunia Tuhan!
7. Resapkanlah dalam hatimu yang telah Anda rasakan dan buka mata Anda perlahan!
8. Ungkapkanlah apa yang telah Anda rasakan, Anda lihat, Anda sanjung dalam renungan Anda dalam bentuk puisi!
Hal Hal yang Harus Diperhatikan Ketika Menulis Puisi :
IRAMA
Irama atau ritme berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Dalam puisi, irama berupa pengulangan yang teratur suatu baris puisi menimbulkan gelombang yang menciptakan keindahan. Irama dapat juga berarti pergantian keras-lembut, tinggirendah, atau panjang-pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi. Perhatikan puisi DOA karya Chairil Anwar! Dalam puisi tersebut terdapat pengulangan kata Tuhanku.
RIMA
Rima (persamaan bunyi) adalah pengulangan bunyi berselang, baik dalam larik maupun pada akhir puisi yang berdekatan. Bunyi yang berima itu dapat ditampilkan oleh tekanan, nada tinggi, atau perpanjangan suara. Perhatikan kutipan puisi DOA berikut ini!
Rima (persamaan bunyi) adalah pengulangan bunyi berselang, baik dalam larik maupun pada akhir puisi yang berdekatan. Bunyi yang berima itu dapat ditampilkan oleh tekanan, nada tinggi, atau perpanjangan suara. Perhatikan kutipan puisi DOA berikut ini!
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
Menulis Puisi Dengan Baik
Kata kawanku, puisi itu adalah perwakilan isi hati seseorang. Cara penyampaiannya mesti indah dan selalu menggunakan kata-kata yang terpilih. Hahaha… menurut Anda bagaimana?
Nah, menulis puisi dengan baik itu sebenarnya sangat mudah dan susah. Lho kok? Tapi, benarkan, begitu? Ada beberapa orang mengatakan bahwa “bila saya menulis puisi, saya pasti sedang merasakan sesuatu yang gundah.” Atau ada juga yang bilang, “ aku menulis kegelisahan dalam kesunyian. Jadi, harus ada tempat yang benar-benar sunyi untuk menulis puisi?”
Ada juga yang mengatakan,”puisi itu mudah sekali untuk dibikin. Jadi, konteks dan tempatnya bisa di mana saja asal ada sesuatu yang kita pikirkan untuk kita menulisnya.”
nah, bagaimana dengan Anda?
Ada juga yang mengatakan,”puisi itu mudah sekali untuk dibikin. Jadi, konteks dan tempatnya bisa di mana saja asal ada sesuatu yang kita pikirkan untuk kita menulisnya.”
nah, bagaimana dengan Anda?
Perihal yang di atas itu, hanya bagian kecil pandangan orang tentang menulis puisi. Ada berbagai cara yang bisa digunakan untuk mengasah keterampilan menulis puisi dengan baik. Puisi dapat ditulis berdasarkan apa yang kita lewati dan bisa juga kita tuangkan melalui catatan harian.
ketika Anda sedang merasakan sesuatu hal yang hal itu bisa membuat Anda terkekang atau mungkin Anda berpikir untuk melawan suatu masa yang menurut Anda sedang tidak kondusif. Biasanya, banyak penulis yang memilih puisi sebagai salah satu media perlawanan.
Lihat saja beberapa puisi kritik yang dituliskan oleh WS Rendra Cs. Mereka mencoba melawan pemerintah dengan mengangkat unsure-unsur social budaya.
Lihat saja beberapa puisi kritik yang dituliskan oleh WS Rendra Cs. Mereka mencoba melawan pemerintah dengan mengangkat unsure-unsur social budaya.
Ada yang berkiblat ke permasalahan percintaan barangkali. Juga demikian. Puisi itu bisa bertemakan apa saja. Nah berikut saya mencoba membagi dua hal yang perlu di perhatikan dalam menulis puisi;
RIMA
Rima (persamaan bunyi) adalah pengulangan bunyi berselang, baik dalam larik maupun pada akhir puisi yang berdekatan. Bunyi yang berima itu dapat ditampilkan oleh tekanan, nada tinggi, atau perpanjangan suara. Puisi-puisi yang bergaya rima kental biasanya adalah puisi-puisi melayu dan beberapa puisi angkatan dibwah penulis kontemporer. Mereka menulis puisi-puisi seperti bentuk pantun modern. Artinya ada beberapa bunyi yang sama pada setiap pengulangan bunyi yang berselang.
Rima (persamaan bunyi) adalah pengulangan bunyi berselang, baik dalam larik maupun pada akhir puisi yang berdekatan. Bunyi yang berima itu dapat ditampilkan oleh tekanan, nada tinggi, atau perpanjangan suara. Puisi-puisi yang bergaya rima kental biasanya adalah puisi-puisi melayu dan beberapa puisi angkatan dibwah penulis kontemporer. Mereka menulis puisi-puisi seperti bentuk pantun modern. Artinya ada beberapa bunyi yang sama pada setiap pengulangan bunyi yang berselang.
IRAMA
Irama atau ritme berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Dalam puisi, irama berupa pengulangan yang teratur suatu baris puisi menimbulkan gelombang yang menciptakan keindahan. Irama dapat juga berarti pergantian keras-lembut, tinggirendah, atau panjang-pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi.
Irama atau ritme berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Dalam puisi, irama berupa pengulangan yang teratur suatu baris puisi menimbulkan gelombang yang menciptakan keindahan. Irama dapat juga berarti pergantian keras-lembut, tinggirendah, atau panjang-pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi.
Nah, di sini dulu perjumpaan kita. Semoga menarik dan bisa menjadi bahan diskusi untuk pengembangan tulisan-tulisan kita selanjutnya…
Mari menulis puisi. Mari melawan hati yang gundah.
Catatan kecil dari saya; bacalah puisi-puisi orang lain agar kuat pada pendiksian. Puisi-puisi penulis Amerika Latin atau puisi-puisi dar Afrika mungkin bisa menjadi rujukan Anda.
Nah, untuk menguatkan Anda menentukan tema yang akan diangkat menjadi puisi. Baiknya Anda baca buku-buku filsafat.
Mari menulis puisi. Mari melawan hati yang gundah.
Catatan kecil dari saya; bacalah puisi-puisi orang lain agar kuat pada pendiksian. Puisi-puisi penulis Amerika Latin atau puisi-puisi dar Afrika mungkin bisa menjadi rujukan Anda.
Nah, untuk menguatkan Anda menentukan tema yang akan diangkat menjadi puisi. Baiknya Anda baca buku-buku filsafat.
Oke….
Selamat mencobanya…
Selamat mencobanya…
KIAT NULIS PUISI
bulan di atas kuburanDemikian isi puisi “Malam Lebaran” karya Sitor Situmorang. Puisi sebaris, teramat pendek, dan sederhana yang menimbulkan polemik. Di antaranya, banyak bersuara nyinyir, “cuma sebegitukah puisi? Sesederhana itukah puisi? Berarti, gampang menulis puisi–tak perlu sampai ‘berdarah-darah’ dan samedhi.” Benarkah demikian?
Bagi penyair, puisi adalah kebanggaannya, aliran darahnya, penglepasan ekspresinya, kepribadiannya, ciri khasnya, napas hidupnya, sarana mencari sesuap nasi. Penyair menjadi mati–disebut tak berkarya– jika tidak menulis puisi. Sekian banyak kredo yang disampaikan penyair untuk menguatkan puisi–seperti kredo Sutan Takdir Alisyabana, Chairil Anwar, dan Sutardji Calzoum Bachri; dan bejibun arti yang dikemukakan ahli mengenai puisi, tetapi bagi orang awam, puisi adalah puisi–barisan kata dan kalimat yang memunyai bait, rima, irama, dan sebagainya. Puisi tidak sepenting doa atau kitab suci.
***
Suatu malam di salah satu kafe di Taman Ismail Marzuki, Sutardji Calzoum Bachri membenarkan menulis puisi itu gampang. “Bahkan, apa pun bisa ditulis jadi puisi,” katanya. Wah!
Sesekali menyeruput teh manis yang mulai dingin, penyair yang sudah meninggalkan gaya mabuk ini menjelaskan, segala kejadian yang ada, baik di sekitar kita maupun jauh dari kita, dapat kita tulis menjadi puisi. Juga, peristiwa yang terjadi sesaat, seperti tabrakan kereta, pesawat jatuh, bom meledak, bisa dijadikan puisi. Sebab, puisi tak jauh beda dengan tulisan-tulisan lainnya, seperti laporan wartawan atau berita yang tertulis di koran, mengenai politik, sosial, ekonomi, demontrasi. “Sehingga ada penyair yang cuma memanfaatkan peristiwa-peristiwa tertentu untuk menulis puisi,” ujarnya tanpa menyebut nama.
Banyak yang terkejut dan meragukan pendapat ini. Meskipun Tardji diakui sebagai presiden penyair, tidak berarti perkataan presiden adalah sabda. Lalu, ia menunjuk sepotong koran yang tergeletak di atas meja, seraya menjelaskan berita-berita itu menjadi puisi jika dibacakan dengan gaya puisi. Serta merta saya tertarik, meraih koran itu dan membaca sepenggal beritanya, dengan artikulasi dan intonasi membaca puisi. Apa yang terjadi? Tardji tersenyum. Dan teman-teman seniman memperhatikan dengan mangut-mangut. Merasa belum cukup, saya membaca dua lembaran besar menu makanan dan minuman yang tergantung di dinding kafe itu dengan artikulasi dan intonasi yang sama dalam pembacaan puisi:
Nasi goreng Es Campur
Pecel lele Wedang Jahe
Soto Babat Es Jeruk
Ikan Bakar Jus Lemon
Sate Kambing Jus Nenas
Mendengar itu, Tardji tertawa. Dan teman-teman seniman bertepuk tangan. Sebaliknya, ingatan saya segera tertuju kepada dua penyair muda berbakat besar, yang mengekspresikan pendapat ini–dengan pendekatan lain.
Yonathan Rahardjo sering menulis puisi dengan memasukkan jenis-jenis makanan dan minuman masyarakat kita sehari-hari, seperti ketupat, lepat, peyek, bandrek, bajigur. Lebih ekstrem lagi Saut Sitompul, penyair yang baru saja pulang ke haribaan-Nya, berhasil menulis apa pun jadi puisi. Seperti isi salah satu puisinya: ada daun jatuh, tulis/ada belalang terbang, tulis.
Jadi, benarkah segala sesuatu (persoalan) dapat dijadikan puisi? Tak perlukah bersusah payah menulis puisi? Tak perlukah merenung di gunung dan berpuasa setahun untuk membuat puisi? Tak perlukah perenungan, pendalaman, dan pemadatan makna?
Tergantung pencipta puisi itu sendiri. Tetapi, siapa yang keberatan, jika apa saja yang dilihat, didengar, dirasa, dialami, lalu ditulis dengan bentuk puisi, lalu dinobatkan sebagai puisi? Jika semua masalah ditulis dengan berbentuk bait puisi, adakah yang melarang? Itu hak asasi seseorang. Hak berpendapat.
Hak berekspresi. Hak berkarya. Jika akhirnya puisi yang dihasilkan itu dianggap tak berguna, ya, terserah. Jika pun orang-orang menganggap rada gila, ya, biarkan saja. Bukankah penyair besar sering kelihatan rada gila; misalnya mabuk bir, bawa kapak kala baca puisi, buka baju, dan bergulingan di atas panggung? Lagi pula, perhatikan saja, untuk dapat diakui penyair, seseorang harus berani bertindak rada gila; seperti teriak-teriak di keramaian, baca puisi di atas pohon? Semuanya demi puisi, demi puisi.
***
Banyak jalan menuju Roma. Beribu cara menciptakan puisi. Salah satu kiat jitu yang kerap diakui, terutama kalangan muda dan pemula, adalah jatuh cinta. Bukankah orang yang sedang kasmaran gampang menulis puisi? Dengan menumpahkan isi hati di atas secarik kertas dengan kata-kata indah dan terpilih, toh tulisan itu menjadi puisi. Atau, silakan tulis surat cinta dengan kalimat-kalimat berbunga, dengan bentuk larik dan bait puisi, ya, dapat juga disebut puisi. Artinya, makin sering jatuh cinta, tentu makin terangsang menulis puisi lebih banyak. Makin banyak jatuh cinta, makin banyak stok puisi yang akan tersedia.
Berarti, puisi itu dapat dihasilkan siapa pun, yang bukan penyair? Benar. Siapa pun boleh menulis puisi–tidak sebatas penyair semata. Tidak ada syarat atau batasan tertentu untuk dapat menulis puisi. Pencopet, penodong, pedagang asongan, petani, polisi, politikus, penipu, penjudi, pengusaha menengah, bankir, konglomerat, tak dilarang menulis puisi. Jadi, tak perlu takut dan frustrasi. Puisi itu bukan kuntilanak atau momok yang menakutkan. Terus saja menulis puisi, meskipun belum memenuhi kaidah-kaidah puitis. Sejelek apa pun puisi yang dibuat, tak perlu berduka dan frustrasi, ciptakan terus, tanpa henti–toh masih ada hari esok menanti untuk puisi yang (mungkin) lebih baik. Setelah itu, silakan renungkan sendiri, termasuk kategori puisi apa yang hadir itu?
Masihkah dapat disebut puisi? Adakah berisi tanda? Atau sekadar corat-coret penumpahan isi hati? Ingat, puisi bukan alat propaganda, bukan sarana penglepasan kegalauan, bukan pula tong sampah unek-unek.
***
Meskipun bahasa puisi dan bukan puisi terasa cair; tetapi sesungguhnya puisi, sesederhana apa pun, harus penuh dengan ambiguitas dan homonim, penuh dengan asosiasi, memiliki fungsi ekspresif, menunjukkan nada dan sikap, mengutamakan tanda. Hal ini dipertegas Rene Wellek & Austin Warren, bahasa puisi penuh pencitraan, dari yang paling sederhana sampai sistem mitologi (1993:20). Sementara Sapardi Djoko Damono memberi pengertian lebih sederhana, puisi adalah “ingin mengatakan begini, tetapi dengan cara begitu.”
Jika demikian, puisi yang tidak dipenuhi tanda, belum layakkah disebut puisi? Tardji menjawab, tetap puisi. Tetapi puisi sesaat; sekali kecap langsung tak bermanfaat. Seperti puisi yang dibuat anak kelas empat SD, tetap saja disebut puisi.
Itu pula alasan Tardji membagi puisi berdasarkan fungsinya. Jika seseorang menulis puisi untuk kebutuhan sesaat, ya, cuma sebatas itu manfaatnya. Sebaliknya, jika ia menciptakan puisi berdasarkan perenungan mendalam, tanpa dipengaruhi kebutuhan apa pun, itu akan menjadi puisi sejati. “Maka, sangat disayangkan, jika ada penyair yang menulis puisi dengan memanfaatkan peristiwa-peristiwa tertentu,” katanya.
Sekilas pendapat ini bertentangan dengan kesimpulan Wellek & Warren, bahwa tipe-tipe puisi harus memakai paradoks, ambiguitas, pergeseran arti secara konstektual, asosiasi irasional, memperkental sumber bahasa sehari-hari, bahkan dengan sengaja membuat pelanggaran-pelanggaran. Tetapi, jika dicermati, pendapat Tardji lebih mudah dimengerti dan lebih menegaskan atas pendapat penyair-penyair muda, “Ada juga puisi pesanan. Puisi yang ditulis penyair untuk kebutuhan tertentu karena mendapat bayaran tertentu pula.”
Bertitik tolak dari pendapat ini, berarti menulis puisi teramat sulit. Tidak cukup dengan mengamati peristiwa-peristiwa yang ada. Menulis puisi harus penuh perenungan, mendasar, dan berdasar. Bahkan, terkadang harus mengalami trance. Apa yang dilihat, didengar, dirasa, dialami, tidak serta merta dapat dijadikan puisi, melainkan harus dikaji, diendapkan, direnungkan secara mendalam. Untuk menulis sebuah puisi saja, sering penyair harus melalui proses sepekan, setahun, sepuluh tahun. Itu pula sebabnya, jika dibandingkan dengan karya seniman lain, sepertinya daya kreativitas penyair dalam berkarya sangat tertinggal jauh. Sebab, setiap penyair (sejati), meskipun telah berkarya maksimal seumur hidupnya, tak dapat menghasilkan seabrek puisi.
Bahkan, tak sedikit penyair seumur hidupnya cuma mampu menulis beberapa puisi, misalnya Toto Sudarto Bachtiar, Subagio Sastrowardoyo, dan J.S. Tatengkeng.
Lalu, masihkah dapat disebut menulis puisi itu gampang? Ada yang menjawab, tergantung kata hati. Ada juga yang menyebut, tanyakan rumput yang bergoyang. Bahkan ada pendapat lebih ekstrem, tanyakan pejabat atau konglomerat yang getol bikin puisi, lalu menerbitkan seabrek buku puisi (persis album rekaman dangdut) dan membuat album dangdut puisi atau puisi dangdut. Ayo, siapa ikut bergoyang puisi?
*) Adalah pekerja seni dan dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ), tinggal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar